Di jaman yang modern saat ini, mungkin tak banyak orang mengenal pria
kelahiran Medan dan besar di Palembang ini. Usianya kini sudah 85
tahun.
Meski sudah lebih dari 40 tahun menetap di Singapura,
hingga sekarang pengusaha ini masih memilih untuk tetap berwarga negara
Indonesia. Berdasarkan catatan sejarah, lelaki satu ini cukup berjasa
besar dalam mengawali jalinan kerja sama bisnis antara Indonesia dan
Cina.
Hal tersebut dapat dilihat dari prestasi-prestasinya dimasa
lalu, dimana pemilik perusahaan Tunas (pte) Ltd tersebut juga ikut
memediasi hubungan diplomatik antara Singapura dan Cina.
Ya, dia
adalah Tong Djoe, yang juga tidak bisa dipisahkan saat awal mula
berdirinya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang minyak dan gas,
Pertamina, yang saat itu masih bernama Permina.
Saat itu, Tong
Djoe adalah agen tunggal yang mampu menyediakan segala kebutuhan
infrastruktur Pertamina, seperti kapal angkut, kontainer dan lain
sebagainya. Selain berjasa terhadap cikal bakal berdirinya Pertamina,
Tong Djoe juga tercatat sebagai tokoh kunci atas dibukanya kembali
jalinan kerja sama bisnis antara Indonesia dan Cina pada 1991 silam.
Hal
tersebut merupakan keberhasilan gemilang, mengingat buruknya jalinan
diplomasi kedua negara pasca diberlakukannya pembekuan kerja sama pada
1967 silam. Meski mulai dibuka kembali pada 1991, Tong Djoe mulai
merintis “perdamaian” di bidang
bisnis tersebut sejak kisaran tahun
1985. Tak hanya dengan China, Tong Djoe juga tampil sebagai pendamai
antara Indonesia dan Singapura saat terjadi konfrontasi pada 1970-an.
Sayang,
kini dia harus berurusan hukum dengan negara yang telah dia bantu
tersebut. Kini, Tong Djoe tinggal di Singapura, menempati tiga lantai
teratas gedung yang bernama Hub Energy Building. Dulu, gedung tersebut
bernama Tunas Building, didirikan oleh Tong Djoe pada 1973.
Kedekatan
sosok Tong Djoe dengan Pertamina terbukti dengan hadirnya Direktur
Pertamina saat itu, Ibnu Sutowo, dalam peresmian Tunas Building. Namun,
demi strategi bisnis, pada 1981 dirinya menjual sebagian besar Tunas
Building pada pihak lain, dan hanya menyisakan tiga lantai teratas untuk
tempat dia tinggal.
Sialnya, saat 2007 Tong Djoe harus berurusan
dengan pengelola gedung tersebut lantaran pihak pengelola gedung
melakukan perubahan dan pemasangan Mechanical Electric (ME) di atas
lantai milik Tong Djoe tanpa persetujuan sang pengusaha. Tong Djoe pun
melawan. Sayang hingga saat ini kasus tersebut belum juga tuntas.
Sebagai
orang yang pernah berjasa terhadap Singapura dan Indonesia, bantuan
hukum sama sekali belum terlihat diterima oleh Tong Djoe untuk
menyelesaikan kasus hukumnya tersebut. “Sebagai warga negara yang baik,
saya hanya bisa menunggu,” tutur Tong Djoe pasrah. (*)
sumber : infobanknews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar