Jumat, 09 November 2012

Tong Djoe, Mediator Anak Bangsa yang Terlupakan

Di jaman yang modern saat ini, mungkin tak banyak orang mengenal pria kelahiran Medan dan besar di Palembang ini. Usianya kini sudah 85 tahun.
Meski sudah lebih dari 40 tahun menetap di Singapura, hingga sekarang pengusaha ini masih memilih untuk tetap berwarga negara Indonesia. Berdasarkan catatan sejarah, lelaki satu ini cukup berjasa besar dalam mengawali jalinan kerja sama bisnis antara Indonesia dan Cina.
Hal tersebut dapat dilihat dari prestasi-prestasinya dimasa lalu, dimana pemilik perusahaan Tunas (pte) Ltd tersebut juga ikut memediasi hubungan diplomatik antara Singapura dan Cina.
Ya, dia adalah Tong Djoe, yang juga tidak bisa dipisahkan saat awal mula berdirinya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang minyak dan gas, Pertamina, yang saat itu masih bernama Permina.
Saat itu, Tong Djoe adalah agen tunggal yang mampu menyediakan segala kebutuhan infrastruktur Pertamina, seperti kapal angkut, kontainer dan lain sebagainya. Selain berjasa terhadap cikal bakal berdirinya Pertamina, Tong Djoe juga tercatat sebagai tokoh kunci atas dibukanya kembali jalinan kerja sama bisnis antara Indonesia dan Cina pada 1991 silam.
Hal tersebut merupakan keberhasilan gemilang, mengingat buruknya jalinan diplomasi kedua negara pasca diberlakukannya pembekuan kerja sama pada 1967 silam. Meski mulai dibuka kembali pada 1991, Tong Djoe mulai merintis “perdamaian” di bidang
bisnis tersebut sejak kisaran tahun 1985. Tak hanya dengan China, Tong Djoe juga tampil sebagai pendamai antara Indonesia dan Singapura saat terjadi konfrontasi pada 1970-an.
Sayang, kini dia harus berurusan hukum dengan negara yang telah dia bantu tersebut. Kini, Tong Djoe tinggal di Singapura, menempati tiga lantai teratas gedung yang bernama Hub Energy Building. Dulu, gedung tersebut bernama Tunas Building, didirikan oleh Tong Djoe pada 1973.
Kedekatan sosok Tong Djoe dengan Pertamina terbukti dengan hadirnya Direktur Pertamina saat itu, Ibnu Sutowo, dalam peresmian Tunas Building. Namun, demi strategi bisnis, pada 1981 dirinya menjual sebagian besar Tunas Building pada pihak lain, dan hanya menyisakan tiga lantai teratas untuk tempat dia tinggal.
Sialnya, saat 2007 Tong Djoe harus berurusan dengan pengelola gedung tersebut lantaran pihak pengelola gedung melakukan perubahan dan pemasangan Mechanical Electric (ME) di atas lantai milik Tong Djoe tanpa persetujuan sang pengusaha. Tong Djoe pun melawan. Sayang hingga saat ini kasus tersebut belum juga tuntas.
Sebagai orang yang pernah berjasa terhadap Singapura dan Indonesia, bantuan hukum sama sekali belum terlihat diterima oleh Tong Djoe untuk menyelesaikan kasus hukumnya tersebut. “Sebagai warga negara yang baik, saya hanya bisa menunggu,” tutur Tong Djoe pasrah. (*)

sumber : infobanknews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar